Halaman

Senin, 22 Desember 2008

PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

Amandemen Ketiga UUD 1945, dalam Pasal 1 ayat (3) Bab I, ditegaskan bahwa

Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Artinya. bahwa Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan

(machtstaat), dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan

absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3)

Amandemen ketiga UUD 1945, 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara

yaitu supremasi hukum; persamaan kedudukan di hadapan hukum; dan penegakan hukum

dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.

Peraturan perundang-undangan yang baik akan membatasi, mengatur dan sekaligus

memperkuat hak warga negara. Pelaksanaan hukum yang transparan dan terbuka di satu sisi

dapat menekan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh tindakan warga negara sekaligus

juga meningkatkan dampak positif dari aktivitas warga negara. Dengan demikian hukum pada

dasarnya memastikan munculnya aspek-aspek positif dari kemanusiaan dan menghambat aspek

negatif dari kemanusiaan. Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan

ketertiban dan memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat.

Dengan demikian, penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi

upaya-upaya penciptaan masyarakat yang damai dan sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan

ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun

akan dapat terwujud. Ketiadaan penegakan hukum dan ketertiban akan menghambat

pencapaian masyarakat yang berusaha dan bekerja dengan baik untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara damai, adil dan

sejahtera. Untuk itu perbaikan pada aspek keadilan akan memudahkan pencapaian

kesejahteraan dan kedamaian.

A. PERMASALAHAN

Permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum pada dasarnya meliputi

substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.

1. SUBSTANSI HUKUM

Tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan Perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan yang ada masih banyak yang tumpang tindih, inkonsisten dan

bertentangan antara peraturan yang sederajat satu dengan lainnya, antara peraturan tingkat

pusat dan daerah, dan antara peraturan yang lebih rendah dengan peraturan di atasnya.

Inventarisasi yang dilakukan oleh Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah menemukan

hanya 14,8 persen, dari sebanyak 709 Perda yang diteliti, secara umum tidak bermasalah.

Sisanya, sebesar 85,2 persen perda yang dibuat oleh 134 daerah kabupaten/kota merupakan

Bagian III.7 - 2

Perda-perda yang bermasalah. Masalah terbesar pada berbgai peraturan daerah yang

bermasalah tersebut antara lain terkait dengan prosedur, standar waktu, biaya, tarif, dan lainnya

dengan persentase sebesar 22,7 persen, dan permasalahan acuan yuridis yang tidak disesuaikan

dengan peraturan perundang-undangan tingkat pusat dengan persentase sebesar 15,7 persen.

Sementara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat dua undang-undang yang

dijadikan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yaitu Undang-

Undang No.18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh

sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan daerah. Disamping itu terhadap Undang-uUndang Nomor 37 Tahun 2000

tentang Pelabuhan Bebas Sabang belum ada peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan

Pemerintah. Keadaan seperti itu memerlukan usaha singkronisasi dan harmonisasi peraturan

perundang-undangan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berjalan dengan

baik.

Perumusan peraturan perundang-undangan yang kurang jelas mengakibatkan sulitnya

pelaksanaannya di lapangan atau menimbulkan banyak interpretasi yang mengakibatkan

terjadinya inkonsistensi. Seringkali isi peraturan perundang-undangan tidak mencerminkan

keseimbangan antara hak dan kewajiban dari obyek yang diatur, keseimbangan antara hak

individual dan hak sosial, atau tidak mempertimbangkan pluralisme dalam berbagai hal.

Implementasi undang-undang terhambat peraturan pelaksanaannya. Pada asasnya,

undang-undang yang baik adalah undang-undang yang langsung dapat diimplementasikan dan

tidak memerlukan peraturan pelaksanaan lebih lanjut. Akan tetapi kebiasaan untuk menunggu

peraturan pelaksanaan menjadi penghambat operasionalisasi peraturan perundang-undangan.

Berbagai undang-undang yang dibentuk dalam rangka reformasi banyak yang tidak dapat

dilaksanakan secara efektif. Penyebab utamanya antara lain tidak dibuatkan dengan segera berbagai

peraturan pelaksanaan yang diperintahkan oleh undang-undang yang bersangkutan. Menurut data

yang dihimpun oleh Bappenas, pada tahun 1998-2004, dari sejumlah 383 peraturan pemerintah

yang diamanatkan oleh 211 undang-undang, hanya 60 peraturan pemerintah yang berhasil

diselesaikan. Ini berarti hanya mencapai 15 persen dari keseluruhan peraturan pemerintah yang

diamanatkan. Kondisi demikian berpengaruh pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

pembangunan daerah.

Tidak adanya perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA) atau

Bantuan Hukum Timbal Balik antara pemerintah dengan negara yang berpotensi

sebagai tempat pelarian khususnya pelaku tindak pidana korupsi dan pelaku tindak

pidana lainnya. Masalah ini sangat menghambat proses penyidikan terutama kasus-kasus

korupsi besar, sehingga mengganggu percepatan proses penyelesaian di peradilan dan

pengembalian hasil korupsi kepada negara. Di samping itu aturan perundang-undangan

mengenai izin pemeriksaan terhadap pejabat yang diduga terlibat korupsi; surat keterangan

sakit; cegah tangkal terhadap tersangka pelaku korupsi dan lain-lain belum mendukung

Bagian III.7 - 3

percepatan proses penyidikan sehingga menjadi kesempatan bagi tersangka untuk melarikan

diri ke luar negeri, menghilangkan bukti-bukti otentik, usaha melepaskan tanggungjawab

hukum dan sebagainya

2. STRUKTUR HUKUM

Kurangnya independensi kelembagaan hukum, terutama lembaga-lembaga penegak

hukum sehingga membawa akibat besar dalam sistem penegakan hukum. Intervensi terhadap

kekuasaan kehakiman misalnya, telah mengakibatkan terjadinya partialitas dalam berbagai putusan,

walaupun hal seperti ini menyalahi prinsip-prinsip impartialitas dalam sistem peradilan. Akumulasi

terjadinya putusan-putusan yang meninggalkan prinsip impartialitas dalam jangka panjang telah

berperan terhadap terjadinya degradasi kepercayaan masyarakat kepada sistem hukum maupun

hilangnya kepastian hukum.

Akuntabilitas kelembagaan hukum. Independensi dan akuntabilitas merupakan dua

sisi uang logam. Oleh karena itu independensi lembaga hukum harus disertai dengan

akuntabilitas. Namun demikian dalam praktek, pengaturan tentang akuntabilitas lembaga

hukum tidak dilakukan dengan jelas, baik kepada siapa atau lembaga mana ia harus

bertanggung jawab maupun tata cara bagaimana yang harus dilakukan untuk memberikan

pertanggungjawabannya. Hal yang demikian telah memberikan kesan tiadanya transparansi di

dalam semua proses hukum. Namun penting juga untuk disadari bahwa sistem

pertanggungjawaban kekuasaan kehakiman dapat mengurangi independensi kekuasaan

kehakiman.

Sumber daya manusia di bidang hukum. Secara umum, kualitas sumber daya manusia di

bidang hukum, dari mulai para peneliti hukum, perancang peraturan perundang-undangan sampai

tingkat pelaksana dan penegak hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam hal memahami dan

berperilaku responsif gender. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di bidang hukum juga tidak

terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan hukum yang ada. Apalagi sistem, proses seleksi serta

kebijakan pengembangan SDM di bidang hukum yang diterapkan ternyata tidak menghasilkan SDM

yang berkualitas. Disamping itu, sinyalemen tentang kurangnya integritas dari para pelaku hukum juga

sangat memprihatinkan. Bahkan ada sementara pihak yang justru mengambil keuntungan dari situasi

yang ada. Ini semua berpengaruh besar terhadap memudarnya supremasi hukum serta semakin

menambah derajat ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang ada.

Sistem peradilan yang tidak transparan dan terbuka. Masalah ini mengakibatkan

hukum belum sepenuhnya memihak pada kebenaran dan keadilan karena tiadanya akses

masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan. Kondisi

tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem peradilan yang masih

belum memadai sehingga membuka kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif di dalam

proses peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah mafia peradilan.

Bagian III.7 - 4

Pembinaan dengan sistem satu atap oleh Mahkamah Agung merupakan upaya untuk

mewujudkan kemandirian kekuasaan kehakiman dan menciptakan putusan pengadilan yang

tidak memihak (impartial). Cetak biru (blueprint) yang dibuat dalam rangka mendukung

Mahkamah Agung untuk melaksanakan pembinaan satu atap lembaga peradilan telah dibuat

secara komprehensif. Ini dimaksudkan untuk menetapkan langkah-langkah prioritas dalam

pembenahan lembaga peradilan.

3. BUDAYA HUKUM

Timbulnya degradasi budaya hukum di lingkungan masyarakat. Gejala ini ditandai

dengan meningkatnya apatisme seiring dengan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat baik

kepada substansi hukum maupun kepada struktur hukum yang ada. Hal ini telah tercermin dari

peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat.

Pada tataran akar rumput, maraknya kasus main hakim sendiri, pembakaran para pelaku

kriminal, pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat yang terjadi secara terus

menerus tidak seharusnya dilihat sebagai sekedar eforia yang terjadi pasca reformasi. Dibalik

itu tercermin rendahnya budaya hukum masyarakat karena kebebasan telah diartikan sebagai

“serba boleh”. Padahal hukum adalah instrumen untuk melindungi kepentingan individu dan

sosial. Sebagai akibatnya timbul ketidakpastian hukum yang tercipta melalui proses

pembenaran perilaku salah dan menyimpang atau dengan kata lain hukum hanya merupakan

instrumen pembenar bagi perilaku salah.

Menurunnya kesadaran akan hak dan kewajiban hukum masyarakat. Kesadaran

masyarakat terhadap hak dan kewajiban hukum tetap mensyaratkan antara lain tingkat

pendidikan yang memungkinkan untuk dapat memahami dan mengerti berbagai permasalahan

yang terjadi. Dua pihak berperan penting yaitu masyarakat dan kualitas aparat yang bertugas

melakukan penyebarluasan hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan. Walaupun

tingkat pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun dengan kemampuan

dan profesionalisme dalam melakukan pendekatan penyuluhan hukum ke dalam masyarakat,

pesan yang disampaikan kepada masyarakat dapat diterima secara baik dan dapat diterapkan

apabila masyarakat menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan hak dan kewajiban

mereka.

B. SASARAN

Untuk mendukung pembenahan sistem dan politik hukum, sasaran yang akan dilakukan

dalam tahun 2004-2009 adalah terciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan tidak

diskriminatif; terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat

daerah dalam suatu sistem perundang-undangan, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan

perundangan yang lebih tinggi. Terciptanya kelembagaan peradilan dan institusi penegak

hukum yang berwibawa, bersih, tidak memihak, independen, profesional dalam upaya

Bagian III.7 - 5

memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan. Terlaksananya

dengan baik fungsi sistem peradilan Syar’iyah dalam proses penegakan hukum Islam di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta berfungsinya dengan baik sistem penyelesaian

perselisihan secara adat pada kelembagaan adat gampong dengan baik sebagai suatu sistem

penyelesaian secara damai (non-litigasi).

C. ARAH KEBIJAKAN

Pembenahan sistem dan politik hukum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada

kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan

kultur (budaya) hukum, melalui upaya:

1. Menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan

perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan

memperhatikan berbgai prinsip hukum umum dan hirarki perundang-undangan; dan

menghormati serta memperkuat kearifan lokal atau hukum adat, dan prinsip-prinsip dan

norma syari’at Islam, guna untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui

permberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan atau pengembangan

materi hukum;

2. Melakukan pembenahan struktur hukum melalui penguatan kelembagaan dengan

meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas sistem peradilan

yang terbuka dan transparan; menyederhanakan sistem peradilan, meningkatkan

transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa hukum

diterapkan dengan adil dan memihak pada kebenaran; memperkuat sistem peradilan syari’at

Islam untuk mempercepat proses penegakan syari’at Islam;

3. Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai

peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala daerah dan

jajarannya dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.

D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendukung pembenahan sistem dan

politik hukum dijabarkan ke dalam program-program pembangunan sebagai berikut:

1. PROGRAM PERENCANAAN HUKUM

Program ini ditujukan untuk menciptakan persamaan persepsi dari seluruh

pelaku pembangunan khususnya di bidang hukum dalam menghadapi berbagai isu

strategis dan global yang secara cepat perlu diantipasi agar penegakan dan kepastian

hukum tetap berjalan secara berkesinambungan. Dengan program ini diharapkan akan

dihasilkan kebijakan/materi hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik pada

Bagian III.7 - 6

saat ini maupun masa mendatang, perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi

manusia serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat secara keseluruhan.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun

mendatang meliputi:

a. Pengumpulan dan pengolahan serta penganalisaan bahan informasi hukum terutama

yang terkait dengan pelaksanaaan berbagai kegiatan perencanaan pembangunan

hukum secara keseluruhan;

b. Penyelenggaraan berbagai forum diskusi dan konsultasi publik yang melibatkan

instansi/lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk melakukan

evaluasi dan penyusunan rencana pembangunan hukum yang akan datang;

c. Penyusunan dan penyelenggaraan forum untuk menyusun prioritas rancangan

Qanun ke dalam program legislasi daerah (Prolegda) bersama Pemerintah Daerah

dan Badan Legislasi DPRD; serta

d. Penyelenggaraan berbagai forum kerjasama di bidang hukum yang terkait terutama

dengan isu-isu korupsi, terorisme, perdagangan perempuan dan anak, obat-obat

terlarang, perlindungan anak, dan lain-lain.

2. PROGRAM PEMBENTUKAN HUKUM

Program ini dimaksudkan untuk menciptakan berbagai perangkat peraturan

perundang-undangan (Qanun), yang akan menjadi landasan hukum untuk berperilaku

tertib dalam rangka menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Pembentukan Qanun atau peraturan lainnya dilakukan melalui proses yang

benar dengan memperhatikan tertib perundang-undangan serta asas umum peraturan

perundang-undangan yang baik.

Dengan program ini diharapkan tersedia berbagai peraturan perundangundangan

(Qanun) dalam rangka pembentukan norma untuk mengatur perilaku individu

dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan antara lain meliputi:

a. Pelaksanaan berbagai pengkajian hukum dengan mendasarkan pada norma hukum

yang berlaku, baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yang terkait

dengan issu hukum, hak asasi manusia dan peradilan;

b. Pelaksanaan berbagai penelitian hukum untuk dapat lebih memahami kenyataan yang ada

dalam masyarakat dalam rangka pembentukan norma peraturan perundang-undangan;

c. Harmonisasi di bidang hukum (hukum tertulis dan hukum tidak tertulis) terutama

singkronisasi dan harmonisasi norma sesuai dengan hirarkhi peraturan perundangundangan,

yang mempunyai implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan rakyat;

d. Penyusunan berbagai naskah akademis sebagai tindakan awal dari perancangan suatu

Qanun, sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

Bagian III.7 - 7

e. Penyelenggaraan berbagai konsultasi publik terhadap hasil pengkajian dan

penelitian sebagai bagian dari proses pelibatan masyarakat dalam proses

penyusunan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

f. Penyempurnaan dan perubahan dan pembaruan berbagai peraturan perundangundangan

yang tidak sesuai dan tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan

pembangunan, serta yang masih berindikasi diskriminasi dan yang tidak memenuhi

prinsip kesetaraan dan keadilan;

g. Penyusunan dan penetapan berbagai qanun berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur

serta sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

serta

h. Pemberdayaan berbagai putusan pengadilan (terutama putusan hakim Mahkamah

Syar’iyah) yang telah berkekuatan hukum tetap untuk menjadi sumber hukum bagi

para hakim termasuk para praktisi hukum dalam menangani perkara sejenis yang

diharapkan akan menjadi bahan penyempurnaan, perubahan dan pembaruan hukum

(peraturan perundang-undangan).

3. PROGRAM PENINGKATAN KINERJA LEMBAGA PERADILAN DAN

LEMBAGA PENEGAKAN HUKUM LAINNYA

Program ini ditujukan untuk memperkuat lembaga peradilan dan lembaga penegakan

hukum melalui sistem peradilan pidana terpadu (intergrated criminal justice system) yang

melibatkan antara badan peradilan (termasuk Mahkamah Syar’iyah), kepolisian, kejaksaan, dan

praktisi hukum sebagai upaya mempercepat pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap

hukum dan peradilan. Dengan program ini diharapkan terwujudnya lembaga peradilan dan

lembaga penegakan hukum yang transparan, akuntabel dan berkualitas dalam bentuk putusan

pengadilan yang berpihak pada kebenaran dan rasa keadilan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah

a. Peningkatan kegiatan operasional penegakan hukum dengan perhatian khusus

kepada pemberantasan korupsi, terorisme, penyalahgunaan narkoba dan

pemberantasan berbagai bentuk perjudian serta berbagai bentuk kejahatan lainnya;

b. Peningkatan forum diskusi dan pertemuan antar berbagai lembaga penegakan

hukum, lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian dan praktisi hukum sebagai usaha

penegakan hukum yang lebih transparan dan terbuka bagi masyarakat;

c. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik

pada semua institusi penegakan hukum;

d. Pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel, antara lain

pembentukan komisi pengawas kejaksaan dan komisi kepolisian di daerah;

e. Penyederhanaan sistem penegakan hukum;

Bagian III.7 - 8

f. Pembaruan konsep penegakan hukum, antara lain penyusunan konsep sistem

peradilan pidana terpadu dan penyusunan konsep pemberian bantuan hukum serta

meninjau kembali peraturan perundang-undangan tentang izin pemeriksaan

terhadap penyelenggara negara dan cegah tangkal tersangka kasus korupsi;

g. Penguatan kelembagaan, untuk pemberantasan korupsi dan memperkuat sistem

peradilan tindak pidana korupsi;

h. Memperkuat sistem peradilan syar’iyah dalam usaha mempercepat proses

penerapan syari’at Islam.

4. PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PROFESI HUKUM

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan professional aparat

penegak hukum yang meliputi hakim, polisi, jaksa, petugas pemasyarakatan, petugas

keimigrasian, perancang peraturan perundang-undangan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS), para praktisi hukum dan lain sebagainya. Dengan program ini diharapkan

tercipta aparatur hukum yang profesional dan berkualitas serta cepat tanggap dalam

mengantisipasi berbagai permasalahan hukum dalam rangka pelaksanaan pembangunan

secara keseluruhan. Sasaran program ini adalah terciptanya lembaga peradilan dan

lembaga penegak hukum lainnya yang madiri, bebas dari pengaruh penguasa maupun

pihak lain, dengan tetap mempertahankan prinsip cepat, sederhana dan biaya ringan.

Kegiatan-pokok yang akan dilakukan meliputi:

a. Pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia yang transparan dan

profesional dalam penegakan hukum;

b. Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan di bidang hukum dan hak asasi

manusia;

c. Pengawasan terhadap berbagai profesi hukum dengan penerapan secara konsisten

kode etiknya;

d. Penyelenggaraan berbagai seminar dan lokakarya di bidang hukum dan hak asasi

manusia untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan aparatur hukum agar

lebih tanggap terhadap perkembangan yang terjadi baik pada saat ini maupun pada

masa mendatang; serta

e. Memperkuat sistem pendidikan hukum, yang lebih menguasai pengetahuan hukum

dan skill di bidang hukum.

5. PROGRAM PENINGKATAN KESADARAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Program ini ditujukan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan kadar

kesadaran hukum dan hak asasi manusia masyarakat termasuk para penyelenggara

negara dan pemerinahan, agar tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan

kewajibannya, tetapi juga mampu berperilaku sesuai dengan kaidah hukum serta

menghormati hak asasi manusia. Dengan program tersebut diharapkan akan terwujud

Bagian III.7 - 9

penyelenggaraan negara an pemerinahan yang bersih serta memberikan penghormatan

dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan antara lain:

a. Pemantapan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi

manusia yang disusun berdasarkan pendekatan dua arah, agar masyarakat tidak hanya

dianggap sebagai objek pembangunan tetapi juga sebagai subjek pembangunan serta

benar-benar memahami dan menerapkan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang

berlaku;

b. Peningkatan penggunaan media komunikasi yang lebih modern dalam rangka

pencapaian sasaran penyadaran hukum pada berbagai lapisan masyarakat;

c. Pengkayaan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi

manusia secara terus menerus untuk mengimbangi pluralitas sosial yang ada dalam

masyarakat maupun sebagai implikasi dari globalisasi; serta

d. Peningkatan kemampuan dan profesionalisme tenaga penyuluh tidak saja dari

kemampuan substansi hukum juga sosiologi serta perilaku masyarakat setempat,

sehingga komunikasi dalam menyampaikan materi dapat lebih tepat, dipahami dan

diterima dengan baik oleh masyarakat.

6. PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH/QANUN

Program ini bertujuan untuk mendukung upaya-upaya dalam rangka

mewujudkan peraturan daerah (Qanun) terutama untuk mensejahterkan masyarakat.

Sasaran progam ini adalah terciptanya harmonisasi dan singkronisasi berbagai peraturan

yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan pembangunan.

Kegiatan pokok yang dilakukan adalah:

a. Menyusun peraturan dalam bentuk Qanun, yang mengatur tentang tata cara

penyusunan berbagai peraturan yang membuka kemungkinan untuk

mengakomodasi aspirasi masyarakat dengan tetap mengakui dan menghargai

syari’at dan hukum adat;

b. Menyempurnakan mekanisme hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD

dalam rangka pembentukan Qanun;

c. Menyempurnakan berbagai peraturan yang mendukung sistim desentralisasi sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi

Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

d. Pengkajian berbagai norma hukum dalam rangka penyusunan berbagai peraturan

dalam rangka penerapan dan penegakan syari’at Islam.

7. PROGRAM PEMBINAAN, PELAYANAN DAN KESADARAN HUKUM

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kembali kesadaran dan kepatuhan

hukum, baik bagi masyarakat maupun aparat penyelenggara negara dan pemerintahan

Bagian III.7 - 10

secara keseluruhan, dan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap peran dan

fungsi aparat penegak hukum, yang diharapkan akan menciptakan budaya hukum yang

baik di semua lapisan masyarkat.

Sasaran program ini adalah semakin meningkatnya jumlah masyarakat dan aparat

penyelenggara negara yang sadar terhadap hak dan kewajibannya serta semakin

meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat dalam berbagai proses perumusan kebijakan

pembangunan di bidang hukum.

Kegiatan pokok yang dilakukan adalah:

a. Melakukan pemetaan permasalahan hukum dalam rangka menerapkan materi,

metode, dan pendekatan dialogis yang tepat sasaran;

b. Menggunakan pendekatan pada nilai-nilai budaya masyarakat sebagai salah satu

sarana untuk meningkatkan kesadaran hukum;

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengaktualisasikan hak serta

melaksanakan kewajiban masyarakat sebagai warga negara sekaligus dalam rangka

membentuk budaya hukum bagi masyarakat dan aparat penyelenggara negara;

d. Meningkatkan penggunaan media komunikasi yang lebih moderen dalam rangka

pencapaian sasaran penyadaran hukum di berbagai lapisan masyarakat;

8. PROGRAM PENGEMBANGAN HUKUM ADAT

Program ini bertujuan untuk melaksanakan hukum-hukum adat sebagaimana

berlaku dalam masyarakat sesuai dengan daerahnya masing-masing.

Sasaran dari program ini adalah semakin meningkatnya pemahaman hukum adat

baik bagi aparat penyelenggara negara maupun masyarakat, sehingga hukum adat dapat

berlaku di tengah-tengah masyarakat.

Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :

a. Inventarisasi norma-norma hukum adat sebagai upaya reaktualisasi hukum adat

dalam berbagai kegiatan masyarakat;

b. Sosialisasi tentang usaha reaktualisasi norma hukum dalam penyelesaian berbagai

perselidihan di dalam masyarakat; dan

c. Menghidupkan (mengaktifkan) kembali lembaga-lembaga adat sebagai institusi

penyelesaian perselisihan (non-litigasi) menurut hukum adat.

Tidak ada komentar: