Halaman

Selasa, 23 Desember 2008

Karakteristik Undang-Undang Prosedur Administrasi

I. Pengantar

1. Dimungkinkannya gugatan di Peradilan Administrasi dan berlakunya Ketentuan hukum bagi instansi pemerintah memberikan sumbangan yang besar bagi pembentukan dan penegakkan negara hukum. Sumbangan ini tidak dapat diabaikan. Ketentuan Peraturan tentang prosedur administrasi yang dibuat oleh legislatif dan perselisihan antara masyarakat dan instansi pemerintah yang dikontrol oleh peradilan yang independen merupakan elemen yang penting bagi sebuah negara hukum. Penggunaan kekuasaan negara terhadap Individu dan warga negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga negara tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang sebagai objek. Tindakan dan intervensi negara terhadap individu harus sesuai dengan prosedur yang telah dibuat oleh legislatif. Pengawasan terhadap keputusan-keputusan pemerintah dalam perspektif prosedur hukum –yaitu pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum- secara efektif dapat dilakukan oleh sebuah peradilan administrasi yang independen.

Dari latar belakang tersebut, hukum prosedur administrasi secara langsung terikat dengan hak-hal dasar sebuah konstitusi negara hukum yang demokratis. Hukum tersebut sangat sesuai dengan sifat dasar dan hak-hak dasar manusia yang tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam sebuah prosedur administrasi pemerintahan. Dalam hubungan ini, hal sentral dan utama dalam hukum prosedur administrasi sebagai hukum proses bagi instansi pemerintah adalah makna dimungkinkannya gugatan terhadap setiap Keputusan Tata Usaha Negara dalam Peradilan Administrasi Negara. Untuk itu perlu kiranya menjelaskan hal tersebut.

Mandat yang diberikan kepada peradilan khusus untuk mengawasi keputusan-keputusan pemerintah bagi warga negara sebagai penyerahan aktivitas yudikatif dari peradilan sipil merupakan hal penting. Struktur dasar proses dalam peradilan sipil dan struktur dasar proses dalam peradilan administrasi tidaklah identis. Bahkan dapat dikatakan struktur dasar kedua peradilan tersebut adalah berbeda. Oleh karenanya, ketentuan peraturannya juga memiliki perbedaan.

Dalam prosedur administrasi tindakan dan keputusan pemerintah melalui instansi pemerintah terhadap individu warga negara berdasarkan kepada kekuasaan negara (hoheitsgewalt). Instansi pemerintah melaksanakan ketentuan perundang-undangan negara, dimana warga negara harus tunduk terhadapnya. Atas dasar tersebut, posisi instansi pemerintah dan warga negara dalam tindakan pemerintahan tidaklah sama. Meskipun demikian, di depan peradilan yang independen posisi negara dan warga negara adalah sama, tidak berada di atas atau di bawah. Hal tersebut tidak merubah ketentuan, bahwa tindakan dan keputusan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah (juga terhadap sikap diam pemerintah) merupakan konkretisasi pelaksanaan kekuasaan negara. Tetapi hal ini dilakukan tidak atas dasar kepentingan individu yang egoistis, melainkan dalam kepentingan setiap warga yang diartikulasikan melalui organ-organ pembuat Undang-Undang dalam sebuah negara yang demokratis.

Sebaliknya dalam proses peradilan sipil terkait dengan pelaksanaan kepentingan pribadi yang egoistis –dan hal tersebut juga legitim. Warga negara yang hidup dalam negara hukum demokratis dapat menikmati hak dasar dalam koridor yang diizinkan dan menikmati otonomi/kebebasan individu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika terdapat perselisihan hukum, maka peradilan sipil memutuskan hal tersebut diantara pihak-pihak yang berselisih yang memiliki kedudukan yang sama. Kepentingan negara dalam kasus tersebut –dengan beberapa pengecualian seperti hukum keluarga, hukum waris dan hukum kompetisi dagang)- tidaklah terkait. Dengan persyaratan-persyaratan ini beberapa prinsip-prinsip dalam proses dapat diatur secara berbeda, seperti dalam prinsip Disposisi, Persaksian dan Perlakuan. Kepentingan umum dalam sebuah keputusan Peradilan Sipil dapat dikatakan hilang. Hal ini berbeda dalam proses peradilan administrasi. Karena dalam proses peradilan administrasi berkaitan dengan pengujian pelaksanaan kekuasaan negara, maka peran peradilan tidak diarahkan pada keputusan perselisihan, melainkan pada penekanan penemuan kebenaran. Di dalam proses peradilan administrasi, para hakim meneliti fakta-fakta tindakan yang dilakukan atas dasar perintah otoritas pemerintah (amts wegen) dan keterkaitannya. Tugas utama hakim peradilan administrasi adalah untuk meneliti dan menjembatani fakta-fakta yang timbul akibat keputusan administrasi. Tentu saja seorang hakim menguji dan memutus baik instansi pemerintah maupun individu yang menggugat.

Kekhususan proses dalam peradilan administrasi memindahkan titik berat kedudukan pihak-pihak yang terlibat demi kepentingan kekuasaan negara. Meskipun demikian, dalam proses peradilan administrasi, seorang hakim bukanlah pendukung salah satu pihak yang berselisih. Dan karena kewajibannya untuk melakukan pengujian fakta-fakta yang ada maka hakim harus menempatkan pihak-pihak yang terlibat secara sama dan bertindak netral. Tugas utama para hakim peradilan administrasi adalah menjelaskan fakta-fakta yang timbul dan keterkaitannya akibat adanya keputusan administrasi pemerintahan. Dalam kaitan tersebut proses dalam peradilan administrasi dapat dikatakan berbeda dengan proses dalam peradilan sipil. Dalam peradilan sipil -di Jerman misalnya-, tidak ada hak pihak yang berselisih untuk meminta pihak lawan memberikan informasi juga akte-akte yang mendukung keputusan yang akan dibuat dibuat oleh hakim. Sebaliknya dalam proses peradilan administrasi, atas permintaan hakim sebuah instansi pemerintah harus menunjukkan semua dokumen yang dijadikan dasar dalam membuat keputusan tata usaha negara. Tidak hanya dokumen yang menguntungkan pihak instansi pemerintah, tetapi juga dokumen yang memberatkan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengujian kesesuaian hukum (Rechtsmaessigkeit) tindakan dan keputusan administrasi (di Jerman orang menyebutnya “unterdrücken”, yaitu menyembunyikan informasi yang penting dan bisa menjadi bukti).

Dari Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa dimungkinkannya gugatan Keputusan Tata Usaha Negara di Peradilan Tata Usaha Negara, seperti yang terjadi di Jerman, memiliki makna yang penting dalam hubungan antara negara dan masyarakat. Tindakan Peradilan Tata Usaha Negara dan Instansi Pemerintah karenanya lebih dipermudah dan prosedur yang harus dilalui untuk semua pihak menjadi transparan dan dapat kalkulasi. Undang-undang Prosedur Administrasi Pemerintahan memberikan rambu bagi instansi pemerintah agar memperhatikan prosedur yang ada dalam pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara.

2. Pengaturan ketentuan prosedur administrasi pemerintahan melalui Undang-Undang dalam sebuah negara hukum modern memiliki beberapa dasar pemikiran yang sama dengan pentingnya ketentuan proses dalam Peradilan Tata Usaha Negara. Dasar utama pemikiran tersebut adalah bahwa kedua wilayah pengaturan tersebut berkaitan dengan hukum prosedur (verfahrensrecht) dan bahwa kedua Undang-Undang Prosedur tersebut merupakan konkretisasi hukum Administrasi. Pembuat Undang-Undang memiliki kewajiban untuk mengkonkretisasi norma-norma konstitusi, terutama terkait dengan perlindungan hak-hak dasar manusia, di dalam ketentuan sebuah Undang-Undang. Perbedaan mendasar antara ketentuan proses dalam Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang Prosedur Adminisrasi Pemerintahan untuk sebuah instansi pemerintah terletak pada fakta bahwa instansi pemerintah adalah pelaku dan -dalam pelaksanaan kekuasaan negara- mengkonkretisasi Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan secara sepihak. Hal ini dilakukan oleh instansi pemerintah baik dalam proses pembuatan maupun penegakan keputusan-keputusan tata usaha negara. Kondisi ini sejak awal menimbulkan ketidakobjektifan dan ketidaknetralan pihak ketiga dalam prosedur Administrasi Pemerintaha. Sedangkan dalam Proses Peradilan Tata Usaha Negara Hakim merupakan pihak ketiga yang netral.

Pada saat yang sama kenyataan ini tidak boleh mengarah pada penilaian negatif tidak dibutuhkannya ketentuan peraturan tentang prosedur administrasi pemerintahan, sehingga instansi pemerintah tanpa kontrol dapat melakukan tindakan dan keputusan dalam kekuasaan penuh sampai dibukanya kesempatan untuk melakukan gugatan di PTUN. Keuntungan dan kerugian yang timbul secara hukum, hal mana akan saya bahas kemudian, tidak boleh menyurutkan keinginan untuk mengatur prosedur administrasi pemerintahan bagi instansi pemerintah.

3. Ketentuan prosedur administrasi pemerintahan melalui Undang-Undang menggambarkan secara khusus konkretisasi norma konstitusi dalam hubungan antara negara dan masyarakat yang dikuasainya. Pengaturan prosedur administrasi pemerintahan dalam Undang-Undang adalah elemen penting dari budaya hukum yang berkembang tinggi, terutama jika keputusan-keputusan administrasi yang dibuat oleh instansi pemerintah dapat diuji melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini tidak sekedar nilai-nilai ideal dalam negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaan negara harus selalu berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya. Jaminan dan perwujudan kualitas subjek dalam sebuah negara hukum, juga dalam negara demokratis yang merupakan bagian dari kedaulatan rakyat, mensyaratkan Undang-Undang prosedur administrasi pemerintahan. Ketiadaan Undang-Undang tersebut merupakan pelanggaran terhadap prinsip negara hukum. Soverenitas warga dalam sebuah negara tidak dapat dengan sendirinya baik secara keseluruhan maupun sebagian dapat terwujud. Pengaturan prosedur administrasi pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang menjamin bahwa keputusan instansi pemerintah terhadap warganya tidak dapat dilakukan semena-mena. Tanpa ketentuan prosedur yang sesuai Undang-Undang maka warga negara (individu) akan menjadi objek kekuasaan.

Dalam kasus hukum di Jerman kita dapat melihat, bahwa sebelum dibuatnya Undang-undang Prosedur Administrasi Pemerintahan selama kurang lebih 30 tahun lalu, banyak sekali prinsip-prinsip penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang tidak tertulis sebagai sebuah norma yang mengikat. Prinsip-prinsip tersebut memang dijadikan –sedikit banyak- sebagai dasar pembuatan keputusan dan juga sebagai instrumen pengawasan bagi Peradilan Tata Usaha Negara. Keadaan tiga puluh tahun lalu sebelum UU Prosedur Administrasi Pemerintahan tidak dapat juga dikatakan tidak memiliki aturan, jika kita melihat 50 tahun kebelakang sebelumnya yaitu pada tahun 20-an dimana peraturan mengenai pungutan pajak dan retribusi sudah memiliki Undang-Undang prosedur administrasi pemerintahan. Jadi sudah 80 tahun lalu, Jerman sudah memiliki Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan sebagai ciri sebuah negara hukum yang modern. Masyarakat pembayar pajak sudah sejak lama di Jerman diperlakukan tidak sebagai objek, tetapi sebagai subjek.

Tentu saja ketentuan peraturan tersebut sudah dapat dipandang bermanfaat dan dari sisi administrasi perpajakan menunjukkan simpati bagi pembayar pajak. Pembuatan UU prosedur administrasi pemerintahan semacam ini dari sisi perspektif negara diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab pribadi warga negara dan juga melibatkan warga negara secara aktif dalam prosedur administrasi. Warga negara adalah subjek dan bukan objek administrasi pemerintahan. Jika ini tidak dilakukan bukan tidak mungkin akan menyebabkan tindakan penghindaran pajak dan perlawanan terhadap negara. Jika warga negara merasa tidak puas karena diperlakukan sebagai objek dalam bidang pajak, bukan tidak mungkin ia juga merasa tidak puas dalam semua bidang bidang (sektor). Kebanyakan masyarakat akan cenderung bereaksi secara berlebihan jika merasa diperlakukan bertentangan dengan hukum dalam sebuah lingkup tugas negara dimana mereka menjadi objek kekuasaan negara. Undang-Undang Prosedur Administrasi sejak awal kelahirannya dimaksudkan untuk mengurangi hal-hal semacam itu.

Kharakteristik dasar Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan adalah konkretisasi dari prinsi negara hukum. Prinsip negara hukum dan juga negara demokrasi akan tercapai, jika pembuat Undang-Undang (Parlemen) memberikan gambaran pelaksanaan dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi kepada instansi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas negara dan mengikatnya dalam norma hukum. Ikatan norma hukum ini akan efektif dan dapat dijamin terlaksana, jika Peradilan Tata Usaha Negara yang independen dapat melakukan pengawasan terhadap keputusan-keputusan yang dibuat oleh Instansi Pemerintah. Penetapan Ketentuan Prosedur Administrasi Pemerintahan dalam bentuk Undang-Undang tidak saja menunjukkan prinsip pembagian kekuasaan, melainkan juga secara langsung terkait dengan prinsip demokrasi. Rakyat yang berdaulat dalam negara demokrasi melalui wakil-wakil rakyatnya di Parlemen menentukan apa dan bagaimana instansi pemerintah berinteraksi dan mempergunakan kekuasaannya terhadap masyarakat.

Penetapan secara hukum prosedur administrasi menjamin transparansi dan kepastian hukum. Tindakan instansi pemerintah dapat dikalkulasi, dapat diandalkan dan terutama dapat secara sama dibandingkan. Pengaturan kewenangan yang dimiliki oleh Instansi Pemerintah untuk pelaksanaan keputusan-keputusan pemerintahan dilakukan standarisasi melalui ketentuan hukum. Hal ini juga akan membatasi dan mengikat secara paksa setiap tindakan instansi pemerintah dan mengurangi perbuatan semena-mena (atau willkuer). Kharakteristik negara hukum ini juga memberikan keuntungan yang besar kepada negara dan instansi-instansinya. Pemegang tanggungjawab di instansi pemerintah akan semakin yakin dalam pelaksanaan Undang-Undang dan dalam prosedur pembuatan keputusan. Disamping itu pejabat instansi pemerintah memiliki pengetahuan yang positif terhadap kewenangannya, dan juga kewajibannya terhadap warga negara,. Hal ini merupakan kontribusi yang besar untuk peningkatan efisiensi dalam pelaksanaan Undang-Undang yang menjadi tugas eksekutif. Pada sisi yang lain warga negara dapat memiliki kepastian dan keyakinan bahwa akan mereka bukan objek dari tindakan negara dan setiap orang akan diperlakukan secara sama di depan hukum. Pengaturan norma hukum prosedur administrasi ini juga memberikan pengaruh yang positif bagi pejabat negara karena setiap pejabat negara diwajibkan untuk mentaati dan bekerja atas dasar hukum yang berlaku.

Dalam ketentuan yang tidak tertulis selalu terdapat masalah, dalam ruang lingkup mana atau sejauh mana prinsip tersebut harus dilaksanakan. Setiap teks yang tertulis dapat dibaca oleh setiap orang, meskipun juga kita pahami dan menjadi pengalaman, bahwa teks tersebut dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang. Karena itu menjadi tugas Peradilan Administrasi untuk melakukan pengawasan. Peradilan Tata Usaha Negara dan Penasihat hukum (pengacara) memiliki tema yang sama dengan ketentuan teks prosedur administrasi, dimana hal tersebut dapat menjadi orientasi dalam bekerja. Negara hukum dalam hal ini memiliki profil yang berharga. Sebagai pusat perhatian kita dalam hal ini adalah, bahwa UU Prosedur Administrasi mengikat Instansi Pemerintah dalam melakukan tindakan dan keputusan terhadap warga negara dan tidak menjadikannya sebagai objek, melainkan subjek tindakan negara. Undang-Undang ini mewajibkan setiap instansi pemerintah, dalam rangka prosedur administrasi untuk melibatkan warga negara/individu dalam tindakan administrasi pemerintahan dan memperlakukan secara adil dan wajar dalam setiap keputusan yang dibuat.

Pengaturan Prosedur Administrasi melalui Undang-Undang memiliki fungsi Ventil (Ventilfunktion) bagi masyarakat yang berkaitan dengan sikap penolakan terhadap kekuasaan negara. Disamping itu pengaturan tersebut memiliki fungsi pengurangan beban (entlastungsfunktion) Peradilan Tata Usaha Negara, karena asumsi yang dibangun adalah bahwa ikatan masyarakat di dalam prosedur administrasi pemerintahan memiliki konsekuensi berkurangnya kasus-kasus bantuan hukum. Selanjutnya kita juga melihat bahwa semua kekuasaan negara, dalam hal ini khususnya Instansi Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kedudukan yang sama. Instansi Pemerintah tidak seharusnya dengan keputusannya selalu menyerahkan keputusan akhir dalam Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam sebuah negara demokratis kondisi ideal yang harus terjadi adalah, bahwa Peradilan Tata Usaha Negara hanya harus mengkoreksi dalam „hal-hal yang tidak bisa diselesaikan“ (Ausfransungsbereiche), dan bahwa ukuran keputusan-keputusan instansi pemerintah dapat berlaku tanpa pengujian oleh Peradilan Tata Usaha Negara. Meskipun demikian tidak dapat dikecilkan maknanya, bahwa norma hukum prosedur administrasi merupakan syarat mutlak, karena hukum material keputusan instansi pemerintah telah memenuhi syarat legitimasi.

II. Materi Pengaturan dan Ruanglingkup UU Prosedur Administrasi

1. Untuk memulai penyusunan Undang-Undang Prosedur Administrasi yang berlaku bagi instansi Pemerintah, hal mutlak yang harus dilakukan adalah identifikasi kondisi-kondisi yang ada yang akan menjadi dasar materi pengaturan dan ruang lingkup bagi Undang-undand dimaksud. Secara abstrak dapat diformulasikan, bahwa di dalam sebuah negara hukum setiap instansi pemerintah tidak tergantung dari hirarkinya (baik di pusat, di propinsi, di kabupaten/kota) harus melaksanakan kewajiban undang-undang. Secara kesimpulan hal ini dapat diartikan, bahwa tidak tergantung dengan organisasi negara (negara federal atau negara kesatuan) tidak ada tindakan instansi pemerintah terhadap warga masyarakat tanpa didasarkan pada Undang-Undang Prosedur Administrasi. Karena itu, harus dipikirkan, bahwa dalam pelaksanaan kekuasaan negara oleh instansi pemerintah –tidak tergantung unit organisasinya dan konstruksi hukumnya– Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan merupakan dasar dari persiapan pembuatan keputusan tata usaha negara. Hanya dengan demikian kita dapat terhindar dari pemilihan bentuk organisasi yang mengabaikan keinginan pembuatan Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugas administrasi pemerintahan.

Sekarang kita dapat menganalisis bahwa partisipasi yang luas dari warga negara dalam prosedur administrasi pemerintahan –tergantung dari jenis prosedur setiap instansi pemerintah– dapat juga dihindarkan. Hal yang sama juga dapat dianalisis bahwa tidak semua bidang administrasi pemerintahan dan pelaksanaan Undang-Undang dapat diatur dalam Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan. Dengan demikian dimungkinkan juga pengecualian-pengecualian dalam prinsip negara hukum dan negara demokratis. Jerman dapat menjadi sebuah contoh. Dalam bidang perpajakan misalnya, sebuah Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan dalam kaitannya dengan hubungan antara negara dan masyarakat dibutuhkan secara optimal. Karena itu, khusus untuk perpajakan, telah dibuat Undang-Undang Prosedur Administrasi yang modern yang memenuhi persyaratan-persyaratan pendapatan yang adil dan memenuhi azas negara untuk bidang perpajakan. Hal yang sama menurut pandangan saya juga berlaku untuk bidang keamanan preventif (Undang-Undang Kepolisian), dimana materi-materi pengaturan secara khusus dalam Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan yang khusus pula. Meskipun demikian, negara hukum demokratis tidak memberikan ruang bagi kekuasaan negara untuk menghindarkan diri dari pengawasan peradilan tata usaha negara (dalam bidang kepolisian juga pengawasan dari peradilan sipil). Meskipun demikiaun, khusus dalam bidang keamanan preventif (kepolisian) pertanyaan legitim yang dapat diajukan adalah, mulai dari tahap mana dalam prosedur administrasi diterapkan oleh pejabat atau instansi pemerintah.

Karena itu bukan merupakan pertentangan, jika kita melihat dalam sebuah Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan terdapat ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur prosedur massal (Massenverfahren). Dalam hal ini termasuk dalam prosedur perencanaan yang melibatkan puluhan atau ratusan warga masyarakat, seperti pembangunan lapangan terbang, reaktor atom, dan penebangan hutan secara besar-besaran. Untuk kasus-kasus ini, prosedur administrasi pemerintahan yang berorientasi secara khusus (seperti IMB untuk sebuah rumah, SIM untuk pengendara dll) tidaklah cocok. Untuk hak-hak pihak yang terlibat dalam kasus semacam ini perlu dikembangkan prosedur secara tersendiri. Tetapi hal ini tidak berarti, karena alasan ini beberapa prinsip-prinsip dasar dalam prosedur administrasi pemerintahan seperti hak untuk di dengar pendapatnya, dan kewajiban-kewajiban instansi pemerintah untuk memberikan alasan atas tindakann kepada pihak-pihak yang terlibat dapat diabaikan. Prinsip-prinsip dasar hukum yang menempatkan warga negara sebagai subjek dan bukan objek kekuasaan negara tetap berlaku dalam prosedur yang bersifat massal. Hal ini menjadi tugas legislatif untuk mengkonkretisasi konstitusi dan memperhatikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat. Hak-hak dasar manusia tidak boleh hilang hanya karena keterlibatan individu-individu dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, karena keterlibatan tersebut maka prosedur administrasi pemerintahan harus dapat menjamin, bahwa melalui keterlibatan yang wajar individu tidak menangung beban sendiri dan berada dalam ruang yang terisolasi dan melalui jalan ini keseimbangan individu-individu yang terlibat.

2. Merupakan hal yang dianjurkan, agar setiap materi dalam prosedur administrasi secara khusus diatur dan tidak hanya menuliskan secara abstrak. Hanya melalui prinsip enumerasi kepastian hukum dapat dijamin dan dapat mengurangi tindakan-tindakan pelanggaran hukum. Dan setiap kantor instansi pemerintah harus bertindak berdasarkan peraturan tersebut. Pengaturan yang bersifat abstrak dapat tidak saja menyebabkan ketidakpastian hukum, tetapi juga dapat mengundang pelanggaran konstruksi hukum, seperti melalui privatisasi tugas-tugas negara. Aspek yang lain dari kejelasan pengaturan terkait dengan hal berikut. Adalah merupakan tugas dari pembuat Undang-undang dan bukan tugas peradilan tata usaha negara untuk menentukan materi pengaturan dan luasnya ruang lingkup proses peradilan jika terjadi konflik administrasi pemerintahan, dan -juga bagi instansi pemerintah- luasnya ruang lingkup pengaturan Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan. Pembuat Undang-undang (legislatif) memegang kata kunci dalam penyusunan materi Undang-Undang dan seandainyapun jika terdapat pertentangan terhadap prinsip-prinsip yang bertentangan dengan pembagian kekuasaan. Peradilan tidak memiliki kewenangan dasar pembuatan materi (Kompetenz-Kompetenz) –dalam hal ini hanya memiliki kewenangan pengujian hukum- dan karena itu peradilan membutuhkan dasar hukum yang jelas dan konkret untuk memutus perkara.

III. Prinsip-Prinsip Prosedur Administrasi Pemerintahan

1. Dalam konteks seminar yang singkat ini rasanya tidak mungkin menjelaskan semua spektrum Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan dalam sebuah negara hukum demokratis yang modern. Tentu saja dengan keterbatasan ini prinsip-prinsip (orientasi) hukum yang penting dapat secara jelas dikemukakan. Karena latar belakang ini, -dimana Undang-Undang Prosedur Administrasi Pemerintahan merupakan konkretisasi hukum konstitusi bagi Instansi pemerintah dalam membuat keputusan dan tindakan dan dimana Peradilan Administrasi yang independen memiliki peran penting dalam hubungan antara negara dan warga negara, maka Undang-Undang Prosedur ini harus didekatkan (dikaitkan) dengan struktur dasar ketentuan hukum acara di peradilan.

2. Hal lain yang tidak bisa dihindarkan adalah, bahwa Pembuat Undang-Undang harus mengatur secara jelas apa yang dipahaminya sebagai prosedur administrasi dan melihat secara jelas pula siapa yang dipandangnya sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam prosedur administrasi. Karena itu menjadi penting, bahwa tidak semua tindakan negara melalui instansi pemerintah secara langsung dapat dimasukkan sebagai prosedur administrasi (misalnya pengumuman press, tindakan administrasi informal dalam bentuk penelitian data statistik, bantuan perluasan pasar tenaga kerja, atau pembuatan jadwal perjalanan kendaraan umum untuk bis dan kereta api). Penting sebagai materi pengaturan adalah siapa-siapa yang dapat terlibat dalam prosedur administrasi, karena hal ini berkaitan dengan kewajiban keterlibatan instansi pemerintah dan hak-hak pihak lain yang terlibat –sebagai reaksi dari keputusan dan tindakan dari instansi pemerintah– . Disamping itu, kepada warga masyarakat yang terlibat harus diberikan kesempatan untuk menjamin hak-haknya melalui pemberian kuasa kepada kuasa hukumnya. Standar negara hukum dalam prosedur administrasi pemerintahan dengan demikian juga harus menghindarkan dari kepentingan pejabat instansi pemerintah dan prosedur administrasi. Hal ini berkait dengan pihak-pihak yang tidak dapat bertindak atas nama pemerintah dalam membuat keputusan atau tindakan oleh karena kedekatan hubungan personal, sehingga dapat menimbulkan pengaruh dalam membuat keputusan.

3. Keputusan instansi pemerintah tidak boleh dibuat sesukanya oleh pejabat. Keputusan tersebut sedapat mungkin harus sesuai dengan kondisi hukum dan masalah, meskpiun hal tersebut tidak mungkin dilakukan secara detail. Saya tidak bermaksud bahwa mal administrasi (ketidakhati-hatian) dan Korupsi dapat dilakukan. Yang saya maksudkan adalah manusia tidaklah sempurna dan dapat saja berbuat salah. Atas alasan tersebut juga merupakan hal penting, bahwa kita memiliki mekanisme pengawasan dalam prosedur administrasi terhadap kasus-kasus perselisihan melalui peradilan administrasi yang independen. Pada sisi lain saya tidak berpandangan bahwa kita menutup kemungkinan sejak terhadap kekhilafan dan ketidaksempurnaan manusia. Karena itu adalah hal yang penting dan mendesak, bahwa tidak boleh terdapat pengaruh-pengaruh yang bertentangan dengan hukum dalam prosedur administrasi dan pembuatan keputusan tata usaha negara. Negara hukum ditegakkan untuk memberikan jaminan bahwa dalam keputusan-keputusan instansi pemerintah tidak boleh ada pengaruh baik dari luar maupun dari dalam yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang.

Dari latarbalakang ini dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dalam prosedur administrasi –utamanya tentang larangan keberpihakan dan bertindak atas nama pemerintah jika memiliki kedekatan hubungan personal– diharapkan dapat menghasilkan keputusan tata usaha negara yang objektif dan sesuai dengan ketentuan hukum. Dalam hal ini berkaitan dengan prinsip-prinsip pengujian administrasi, bimbingan dan informasi pihak-pihak yang terlibat, pemeriksaan dokumen, mendengarkan pendapat pihak-pihak yang akan menerima keputusan, dan hak atas informasi. Prinsip-prinsip ini sesunguhnya merupakan kharakteristik hak-hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dalam sebuah negara hukum. Warga masyarakat tidak boleh menjadi objek kekuasaan negara. Dari alasan ini, seorang pejabat tata usaha negara harus memeriksa secara teliti bukti-bukti dan keterkaitannya dalam persiapan pembuatan keputusan dan tidak boleh menyebabkan kerugian kepentingan pihak-pihak yang terlibat hanya karena keteledoran (ketidakhati-hatian) atau oleh karena pengaruh-pengaruh pihak lain/luar. Pemberian bimbingan dan informasi kepada warga adalah pengejawantahan prinsip negara sosial (sozialstaatprinzips) dimana individu warga negara yang lemah dan tidak memiliki kekuatan juga memiliki hak atas perlakukan yang manusiawi dalam prosedur administrasi. Hal ini berarti, bahwa instansi pemerintah tidak harus memperlakukan secara sama setiap warga negara tanpa pandang bulu. Barang-barang bukti harus secara lengkap dan jelas dan tidak boleh hanya secara kebetulan ditunjukkan, karena penggunaan kekuasaan negara bukanlah atas dasar kebetulan. Bila hal terjadi maka kesewenang-wenangan menjadi sangat dekat. Dengar pendapat dengan pihak yang terlibat sebagaimana juga hak atas informasi secara langsung mencerminkan hak-hak dasar manusia, yaitu ciri-ciri subjek keterlibatan.

Disamping itu harus dipikirkan, bahwa hak untuk berpartisipasi di dalam sebuah prosedur administrasi harus memiliki keseimbangan dengan kepentingan negara dan juga kepentingan legitimate pihak ketiga. Adalah tugas pembuat Undang-Undang untuk membuat aturan yang memberikan keseimbangan wajar dalam berbagai kepentingan yang salin bertolak belakang.

IV. Bentuk-Bentuk tindakan

1. Pembuat Undang-undang (legislatif) diberikan kewenangan untuk menentukan bentuk-bentuk tindakan secara detail, yang memungkinkan tindakan instansi pemerintah terhadap warga masyarakat. Hal ini berkaitan dengan bentuk-bentuk tindakan yang memberikan kepastian kepada instansi pemerintah dan juga perlindungan hukum kepada warga masyarakat. Bentuk tindakan ini memiliki kaitan dengan keputusan tata usaha negara terhadap warga negara yang dapat ditegakkan. Bentuk tindakan instansi pemerintah adalah pertanyaan tentang kepastian hukum, transparansi, dan kehandalan sebuah tindakan administrasi. Selanjutnya, penentuan bentuk keputusan tata usaha negara oleh pembuat Undang-Undang merupakan hal yang penting bagi pengawasan yang dilakukan oleh peradilan tata usaha negara. Dari bentuk–bentuk tindakan administrasi maka lahirlah Keputusan Tata Usaha Negara (Verwaltungsakt), Perjanjian Hukum Administrasi Negara (oeffentlich rechtlicher Vertrag), statuta (Satzung) dan peraturan (Verordnungen), pengumuman-pengumuman pemerintah (schlicht hoheitliches Handeln) dan tindakan-tindakan riil administrasi pemerintahan (Realakt). Bentuk-bentuk ini dapat menjadi pilihan dalam Keputusan Administrasi. Tetapi pembuat Undang-Undang dapat menentukan bentuk-bentuk yang cocok untuk setiap negara. Di Jerman, secara tradisional dan kelaziman, Keputusan Tata Usaha Negara merupakan bentuk tindakan yang paling sering dilakukan. Dalam waktu belakangan, terutama oleh karena semakin kompleksnya permasalahan yang berkembang, bentuk perjanjian hukum administrasi semakin sering digunakan.

2. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (Verwaltungsakt), seperti telah berkembang dalam hukum administrasi di Jerman untuk beberapa dekade, dapat dijelaskan dengan baik, jika kita membayangkan sebuah keputusan melalui instansi pemerintah. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan –yang dapat juga memuat ketentuan prasyarat atau ketentuan tambahan– pada prinsipnya menentukan siapa yang harus menanggung biaya dan sebesar apa, dan pada penutupnya menuliskan penjelasan bantuan hukum untuk mengugat di Peradilan Tata Usaha Negara (di dalam hukum pajak melalui peradilan keuangan atau perpajakan).

Instansi pemerintah tidaklah bebas dalam menentukan Keputusan Tata Usaha Negara. Bentuk tertulis merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, kecuali karena kebutuhan mendesak (misalnya pembersihan segera jalan oleh akibat pengotoran air) dapat dilakukan lebih dulu dengan keputusan lisan yang diikuti kemudian dengan keputusan tertulis. Oleh karena dibutuhkan secara potensial sebagai upaya penegakkan, maka setiap Keputusan Tata Usaha Negar haruslah pasti. Ketidakpastian dalam Keputusan Tata Usaha Negara dapat menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaannya. Disamping itu kiranya harus dipikirkan, bahwa karena kewajiban instansi pemerintah untuk memberikan bimbingan dan informasi, maka ketentuan tentang persyaratan dalam rangka bimbingan dan informasi hukum yang mengikat maupun tidak mengikat atau jaminan lainnya ditetapkan melalui instansi pemerintah yang bersangkutan.

Keputusan Tata Usaha Negara –seperti juga setiap putusan pengadilan- membutuhkan alasan dalam rangka pengawasan yang efektif oleh Peradilan. Sebuah Instansi Pemerintah harus terbuka dalam setiap keputusan, mengapa ia memutuskan A dan tidak B. Hal ini berlaku khususnya pada keputusan-keputusan dimana seorang pejabat harus menggunakan diskresinya. Pemberian alasan harus berpijak pada aspek, bahwa warga negara tidak boleh dijadikan sebagai objek prosedur administrasi dan setiap instansi pemerintah harus menjelaskan atau memberikan alasan secara hati-hati atas keputusan tersebut. Hal ini terutama jika pembuat Undang-Undang memberikan ruang gerak diskresi bagi seorang pejabat. Kebutuhan untuk memberikan alasan tidak saja bertujuan untuk memberikan informasi kepada yang berkepentingan, tetapi juga memungkinkan pengawasan oleh Peradilan, dan terutama juga memberikan keharusan kepada instansi pemerintah dalam persiapan pembuatan keputusan untuk tidak memberikan alasan-alasan yang bertentangan dengan hukum yang merugikan pihak yang berkepentingan.

Seperti halnya dalam ketentuan proses (hukum acara) di peradilan, maka pembuat Undang-Undang (legislatif) harus menemukan materi pengaturan yang berkaitan dengan persyaratan dan sejauh mana Keputusan Tata Usaha Negara yang sedang berlaku melalui Keputusan Tata Usaha Negara yang baru dapat ditarik kembali atas permohonan pihak yang berkepentingan maupun karena alasan-alasan pembatalan dalan kasus kesalahan yang besar. Keberlakuan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara sebagai alat pernyataan dari instansi pemerintah tidaklah sama dengan keputusan peradilan. Sebaliknya, sebuah KTUN harus dapat dengan cara yang mudah dibatalkan, jika tidak terdapat kepentingan pihak ketiga, seperti dalam kasus hubungan ketetanggaan dalam hukum mendirikan bangunan atau dalam kasus keputusan perencanaan tentang pembangunan jalan, jalur kereta api, lapangan terbang, dimana banyak pihak yang terlibat dan juga terdapat kepentingan-kepentingan investasi di dalamnya.

Kesalahan Prosedur dan bentuk pada satu sisi tidak boleh secara absolut diterapkan, tetapi pada sisi lain sejak awal tidak boleh diabaikan. Adalah hal penting, bahwa penilaian dan pemaknaan pada setiap kesalahan bentuk dan prosedur harus dilakukan. Penilaian ini memberikan orientasi, bagaimana sebuah kesalahan dalam kedudukan hukum pihak yang terait dalam prosedur administrasi. Semakin dekat kesalahan dalam kedudukan fundamental pihak yang terkait dalam prosedur administrasi (misalnya pelanggaran terhadap tuntutan pada ketaatan hukum, menyembunyikan dokumen penting dalam hak atas informasi atau hal yang kurang lebih sama), maka semakin terbuka kesalahan prosedur yang berat yang dapat mengakibatkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat lagi dipertahankan. Jika KTUN tersebut sudah dilaksanakan dan pihak ketiga mendapatkan posisi kepercayaan terhadap KTUN tersebut (Vertrauensposition), maka ganti rugi yang wajar kepada pihak yang terkait tidak dapat dihindarkan.

Fakta-fakta (juga keadaan-keadaan) sebuah KTUN dapat berubah, terutama jika KTUN tersebut berlaku selamanya dan berlaku ke depan. Karena itu perlu kiranya dibedakan, dalam keadaan bagaimana sebuah kesalahan KTUN terjadi dan apakah KTUN yang sah juga dapat ditarik kembali (dibatalkan) (di Jerman terminologi ini sudah menjadi kelaziman seperti: Penarikan kembali KTUN yang tidak sah, pembatalan KTUN yang sah, peninjauan kembali prosedur administrasi). Secara umum dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut berkaitan dengan pembatasan ruang lingkup tanggungjawab; yaitu dalam keadaan apa saja sebuah KTUN yang sah (yang berlaku untuk selamanya) tidak dapat lagi diterbitkan jika fakta-fakta yang mendasarinya berubah. Dalam konteks negara hukum hal ini tidaklah menjadi masalah, jika KTUN yang sah (sesuai dengan ketentuan hukum) dapat ditarik kembali jika terjadi perubahan ketentuan hukum dan perubahan fakta (keadaan) yang mendasarinya, meskipun biasanya dengan ganti rugi. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pengetahuan baru yang muncul dalam bidang perlindungan lingkungan, misalnya perizinan pembangunan instalasi yang dampak bahayanya baru diketahui kemudian setelah ditemukannya pengetahuan baru.

Kontrak hukum administrasi (oeffentlich-rechtliche Vertrag) terus berkembang dan semakin banyak menjadi bentuk keputusan administrasi. Saya pribadi tidak terlalu mendukung perkembangan instrumen ini, karena dalam hal yang khusus instrumen ini memberikan tempat/jalan bagi pengaruh-pengaruh yang dilarang (verbotene Einflussnahme) dalam wilayah administrasi. Kontrak hukum administrasi merupakan instrumen yang mencampuradukkan (Verquickungsinstrument) kepentingan antara publik dan privat. Atas dasar tersebut, saya termasuk pendukung KTUN, karena KTUN menjadi instrumen yang cocok untuk memperjelas hubungan antara warga negara dan negara melalui tindakan instansi pemerintah. Kontrak hukum administrasi memiliki kelemahan dalam hal transparansi, terutama jika terdapat pihak ketiga yang terkait dengan suatu rencana dan jika kemungkinan pihak-pihak yang terlibat tersebut dipaksa untuk memberikan ganti rugi. Hal ini akan menyebabkan banyak ketidakpastian.

Selain Keputusan Tata Usaha Negara masih terdapat bentuk-bentuk tindakan administrasi pemerintahan instansi pemerintah –disini terutama dalam pengertian yang bukan teknis-. Beberapa contoh diantaranya adalah keputusan (Satzung), peraturan (verordnungen) dan tindakan-tindakan hukum lainnya. Keputusan (Satzungen) sudah sejak 100 tahun lalu –bersamaan dengan perkembangan di Jerman- sebagai bentuk tindakan administrasi bagi institusi yang menyelenggarakan kekuasaan negara (Einrichtungen mit oeffentlicher vom Staat abgeleiteter Gewalt) dengan pengawasan hukum dari negara. Di Republik Federal Jerman hal ini dilakukan misalnya oleh kelurahan (Gemeinden), juga lembaga lainnya seperti Universitas, perkumpulan buruh, perhimpunan pengacara, perhimpunan penasehat perpajakan dan Ikatan Dokter). Peraturan (Verordnungen) merupakan perpanjangan (rincian) dari Undang-Undang. Peraturan –seperti juga di Indonesia (penerjemah)- dibuat oleh eksekutif atau oleh organ-organ eksekutif di bawahnya.

V. Dalam negara hukum modern harus dipikirkan bahwa terdapat prosedur yang sangat kompleks, terutama berkaitan dengan jenis prosedur itu sendiri dan jumlah pihak-pihak yang terlibat. Di awal saya sudah menjelaskan rencana pembangunan jalan, pembuatan jalur kereta api dan atau pembangunan lapangan udara. Rencana-rencana tersebut, yang melibatkan kepentingan dan tanggung jawab banyak pihak (seperti perlindungan lingkungan, Air bawah tanah, jaringan listrik untuk seluruh wilayah negara), juga melibatkan banyak warga yang tidak terhitung, membutuhkan instrumen-instrumen tindakan administrasi, sebagai bentuk lain dari Keptusan Tata Usaha Negara. KTUN semacam ini membutuhkan kerjasama dan bantuan dari banyak instansi pemerintah dan tidak saja terletak pada satu bidang instansi pemerintah. Pembahasan tema ini akan menyita banyak waktu, karena itu dari materi yang komplek tersebut saya hanya ingin menjelaskan bahwa di dalam negara hukum dan demokratis dan modern standarisasi hak-hak keterlibatan (kerjasama dan bantuan) dan bentuk-bentuk tindakan harus diatur batas-batasnya sesuai dengan konstitusi.

V. Kesimpulan dan hasil

Adalah merupakan hal yang penting sekali dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan modern untuk mengatur tindakan administrasi pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang prosedur administrasi pemerintahan. Ketentuan norma hukum tersebut membantu tidak saja penciptaan transparansi, kepastian hukum dan tindakan pemerintah yang dapat dikalkulasi, melainkan juga menjadi dasar yang penting untuk menghasilkan Keputusan Administrasi yang benar dan sah. Dan terakhir, persyaratan utama yang juga tidak dapat diabaikan dalam UU prosedur administrasi pemerintahan adalah dimungkinkannya pengawasan oleh Peradilan Tata Usaha Negara, apakah kepentingan-kepentingan pihak yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku.


sumber Dr. Siegried Broβ

Hakim Mahkamah Konstitusi Jerman

Profesor Luar Biasa pada Universitas Freiburg im Breisgau


Tidak ada komentar: